Untuk Maharani
Malam berganti hari ku belum pejamkan mata
Masih terngiang wajahmu dibenak
Apakah semua berawal dari senja?
Ya, senja kemarin itu
Awalnya biasa kini gulana
Ada rasa terbakar saat kau dengan yang lain
Entah dengan siapa aku merasa tak rela
Pandangmu padanya
Tuturmu padanya
Dengarmu padanya
Ada sebersit tak rela
Tapi apa daya aku bukan siapa-siapa
Apakah mungkin ini hanya sesaat?
Tapi aku tak rela
Masih terngiang wajahmu dibenak
Apakah semua berawal dari senja?
Ya, senja kemarin itu
Awalnya biasa kini gulana
Ada rasa terbakar saat kau dengan yang lain
Entah dengan siapa aku merasa tak rela
Pandangmu padanya
Tuturmu padanya
Dengarmu padanya
Ada sebersit tak rela
Tapi apa daya aku bukan siapa-siapa
Apakah mungkin ini hanya sesaat?
Tapi aku tak rela
Yang kutulis adalah nyata saat ini. Entah bagaimana nanti. Aku hanya ingin abadikan saat ini untuk nanti. Bahwa ini memang terjadi.
Hal yang lumrah mengagumi yang indah. Cantik tergambar pada pesona jiwa. Apakah berlebih saat kekaguman itu mengendap di jiwa. Yang kutahu mengagumi dan mencinta bukan dosa.
Awalnya biasa, ada gejolak setelahnya. Ada sedikit percik saat kau dengan yang lain. Setiap pandanganmu, tuturmu juga senyummu pada yang lain. Jujur aku tak rela. Entah kenapa begini.
Kesempatan saat bersama tak bisa kumanfaatkan tuk jelaskan padamu. Mungkin terlalu singkat juga terlalu capat. Malahan yang kutakutkan ini hanya sesaat. Telepas apakah sesaat atau tidak, saat itu kau buatku terdiam tanpa kata.
Ingatkah kau hujan yang mengguyur di siang itu? Saat acara penyatuan visi. Saat semua merenung sambil berjabat tangan dengan yang lain. Tahukah apa yang aku pikirkan? Andai ku dapat menggenggam jemarimu. Aku ingin katakan semuanya lewat hujan karena memang bibir ini tak mampu bicara.
Hal yang lumrah mengagumi yang indah. Cantik tergambar pada pesona jiwa. Apakah berlebih saat kekaguman itu mengendap di jiwa. Yang kutahu mengagumi dan mencinta bukan dosa.
Awalnya biasa, ada gejolak setelahnya. Ada sedikit percik saat kau dengan yang lain. Setiap pandanganmu, tuturmu juga senyummu pada yang lain. Jujur aku tak rela. Entah kenapa begini.
Kesempatan saat bersama tak bisa kumanfaatkan tuk jelaskan padamu. Mungkin terlalu singkat juga terlalu capat. Malahan yang kutakutkan ini hanya sesaat. Telepas apakah sesaat atau tidak, saat itu kau buatku terdiam tanpa kata.
Ingatkah kau hujan yang mengguyur di siang itu? Saat acara penyatuan visi. Saat semua merenung sambil berjabat tangan dengan yang lain. Tahukah apa yang aku pikirkan? Andai ku dapat menggenggam jemarimu. Aku ingin katakan semuanya lewat hujan karena memang bibir ini tak mampu bicara.