Who is Rusnita?

Sejak pertama kali timbulnya perasaanku terhadapnya, aku memanggilnya Rusnita. Siapa Rusnita? Ya, Rusnita adalah nama yang aku gunakan dalam setiap tulisan dan postinganku.

Entah apa yang membuatku memilih menggunakan nama Rusnita daripada nama sebenarnya. Simple. Aku senang memiliki panggilan sayang kepada orang yang aku taksir. Sebegitu pentingkah panggilan sayang terhadap orang yang kita suka? Tanya diri sendiri yang (pernah) mengalami.

Dengan memanggil Nit, penggalan nama Rusnita. Ada sensasi tersendiri bagiku. Nit, sederhana namun dalam. Lembut, lirih dan romanitis. Uhuk.

Rusnita merupakan susunan huruf dari nama aslinya. R U S N I T A is N U R S I T A. Nursita is Nursita Wardani. Nursita wardani is You. Ya kamu.. ya kamu.. kamu ya kamu.. :D



Next postingan pakek nama Sita apa Nita ya? hmm... :D
Continue Reading

Bukan Sebuah Ending

06 Januari
Awalnya setelah rapat di kampus aku dan Rusnita mengadakan rapat sendiri, ya hanya berdua aku dan dia. Rapat hati. Uhuk.:P Ternyata Nita harus ngajarin temen nge-MC. Sedikit cerita Nita memang jago untuk cuap-cuap didepan orang banyak. Tapi dia masih kalah dengan temanku, sebut saja Nia (bukan nama sebenarnya). Kalo Nia bicara didepan orang banyak gak perlu pake’ pengeras suara, satu parkiran kampus dijamin bisa denger suara cemprengnya. Enggak heran dan wajar kalo dia dipanggil TOA. #otomatisCAPSLOCK

Kembali ke Nita. malam ternyata belum kelihatan tanda-tanda kalo Nita udah selesai ngajar MC. Untuk memastikan aku datengin Nita dan temen-temen yang lagi latihan di Kantin kampus. Sepertinya sudah hampir selesai.

”Udah selesai?” tanyaku. Hanya dijawab anggukan anggun dari Nita. Setelah membereskan tas, aku dan Nita jalan beriringan ke basecamp klub Internet.

Kudekati Nita dan mengajaknya merapat sekaligus cari maem. (Kok aku tiba-tiba jadi sok imut ya? #keplak, ini aku bukan sok imut tapi emang gitu bahasa mesraku kalo ngomong sama Nita. Nggak usah berpikiran macem-macem daripada nggak aku traktir lho. Ternyata aku bisa tiba-tiba galak juga) Nita menjawab dengan agak ogah-ogahan, gak apa-apa bagiku itu masih mending. Coba kalo jawabnya pakek Pak Ogah beneran?

Nita beralasan, sepertinya udah terlalu malam dan dia pengen langsung pulang aja. Hadeh. Jujur aku kecewa kalo seandainya malam ini batal ngajak Nita, soalnya kemarin udah gagal masa’ malam ini gagal lagi? Selagi masih bisa diusahain kenapa harus ditunda. Iya jan? Entah karena terpaksa karena merasa aku paksa atau karena kasihan lihat muka melasku akhirnya Nita menyetujui ajakanku. Sekalian lewat jalan arah dia pulang. Aku setuju. Maafin aku ya Nit, kalo aku udah maksa kamu.

Jalan pulang ke rumah Nita lewat sebuah pemakaman umum. Takut el? Bukan takut, heran aja kenapa kok ada warung Bakmie Jowo dekat kuburan. Aku takut selera makanku hilang, itu saja. Soal ketakutan-ketakutan yang lain nggak usah dibahas ya, aku kasihan kalo kalian sendiri malah jadi takut.

Aku masih ingat apa yang dipesan Nita dan aku sendiri. Jelas aku masih ingat karena cuma berdua coba kalo datang satu RT aku nggak bakalan ingat. Nita pesan Nasi Goreng plus Teh anget sedangkan aku Bakmie Goreng plus Air Es kegemaranku. No Air Es Yes Water Ice. :P

Ternyata tempat ’rapat’ sekarang berbeda 180 derajat dengan apa yang ada dibayanganku sejam lalu. Bukan karena dekat kuburan, warung Mie ini menurutku terlalu ramai kalo aku harus ngobrolin hal serius ke Nita. Disebelahku satu keluarga sedang makan bareng, sepertinya mustahil kalo aku harus ngobrol bebas ke Nita. Meski sebenarnya bisa saja aku berpikiran: cuek aja ah ngomong apa aja, toh aku gak kenal dan belum tentu besok ketemu dengan mereka. Kalo gak ketemu berarti untung kalo ketemu malah aku suruh bayarin makan.

Sempat kita pindah ke meja kosong disebelah biar ngobrolnya lebih leluasa, ternyata si penjual bilang itu meja milik warung sebelah dan memintaku untuk pindah lagi. Baiklah, akhirnya aku dan Nita pindah ke meja semula.

Sambil menikmati makan, Nita melirik jam dan bilang ”jam sepuluh pulang”. ”wah berarti lima belas menit lagi” batinku. Argghh... sepertinya nggak mungkin ngomongin hal serius ditempat yang dari awal bagiku kurang nyaman, ditambah dengan waktu yang menurutku seperti dikejar deadline.

“Jam sepuluh lima belas aja ya” tawarku.
“nggak bisa, aku nggak enak sama orang rumah pulang malam terus”
.....
.....
”pertanyaan terakhir, jam sepuluh lima belas bisa?” aku coba tanya lagi
”dibilang nggak bisa ya nggak bisa, nyebelin deh”
”glek”

aku nyerah, aku paling gak tahan kalo ada cewek yang udah ngomong sebel. It’s mean I have wrong to her.

Mie dan minumku udah habis tapi aku belum ngomong sesuatu yang menurutku penting, aku pesen Air Es lagi buat nemenin aku ngobrol.

”Sepuluh menit” Nita mengingatkan sambil melirik jam di layar HP.
”duh kok dihitung, gak usah dihitung ya.. ya..“ pintaku.
“pokoknya jam sepuluh pulang“ jawabnya datar.
“oke.. oke...“

Akhirnya yang aku omongin ke Nita adalah kalo aku kangen dia. Aku udah pengen ngomong ini minggu-minggu kemaren lewat telepon. Tapi telponku gak diangkat. Jadi kamu cuma mau ngomong kangen el? Enggak, kan belum selesai.

22.01 kita harus berpisah di warung, dia nggak mau diantar sampai rumah. Gak enak sama tetangga, katanya. Dia menawarkan obrolan dilanjut besok. Dia ada waktu sekitar setengah sebelas sampe menjelang siang. Aku setujui.

Bagaimana menurut kalian dengan malamku tadi? Biasa aja kan, mungkin bisa dibilang ending yang datar. Wajar karena ini belum menjadi ending. Baiklah aku harus istirahat dulu, sambil berharap semoga pertemuanku besok lancar. Amin.

Starter motor pulang ke kos... eh bayar parkir dulu.
Continue Reading

Rindu yang Menyayat

05 Januari 2011
Masuk hari kelima di tahun 2011 aku seperti bisu yang nggak bisa ngomong apa-apa. Padahal sebenarnya ini pun bukan kejar deadline atau target karyawan agar dapat bonus prestasi dari perusahaan, sama sekali bukan. Terus apa yang membuat dirimu merasa bisu el?

Aku nggak mau bohong kalo perasaanku ke Rusnita masih ada, dan nggak mau munafik juga kalo orang disekitarku dan Nita sendiri tahu tentang ini. Sama-sama tahu kenapa nggak jadian? Kan orang-orang disekitar udah merestui. Doh, nggak sesimpel itu. Ada obeng dan baut terus tinggal pasang, bukan itu.

Sudah lebih dari setahun dan dua kali pergantian tahun aku suka ke Nita, dan aku ngerasa belum ada kejelasan mengenai hubungan ”tanda kutip” (tulisannya dikasih tanda kutip biar lebih mendramatisir sekalian) antara aku dan dia.uhuk.

Tadi sore aku ngajak dia keluar buat ngomongin ini, ngomongin yang pengen aku omongin pastinya. Ternyata Nita menolak dengan alasan ada janji dengan temannya, dan menawarkan ketemunya ditunda besok aja. Dapat jawaban begitu dari Nita rasanya pengen nendang motor yang kebetulan parkir di depanku. Loh? Aku memang nggak kesal, aku malah senang dengan jawabannya tadi karena posisiku nggak bisa jingkrang-jingkrak dan kebetulan adanya motor ngejogrok di depan ya bisanya cuma nendang aja kan? hahaha...

Pas malam aku sempat ketemu dia, tanya sekitar jam berapa besok ketemuannya. Aku minta SMS aja biar yang lain nggak nguping pembicaraanku sama Nita :P Meski cuma sebentar ketemu, tapi aku ngerasa obrolanku dengannya begitu intim dan masih pengen ngobrol kayak gini sampe pagi. Aku suka senyum dan nada bicara candanya, aku kehilangan keduanya beberapa hari ini dan bikin aku kangen.

Lewat tengah malam aku belum bisa tidur, masih membayangkan apa yang akan terjadi terhadap si bisu setelah pertemuan nanti. Aku nggak mau mendramatisir, menciptakan kesan yang dibuat-buat. Berjalan datar namun mengalir saja sudah cukup. Terdengar lagu Endah N Rhesa kesukaannya, When You Love Someone. Aku heran setiap kali dengerin lagu ini, tiba-tiba mata sering mendadak kelilipan jadi menurutku wajar kalo mata ini sedikit berkaca *umpetin tisu*.

Aku baru tidur waktu Shubuh, semalaman tadi pikiranku melayang ke Nita. Aku ngerasa malam ini adalah malam terakhir aku berhak kangen ke dia, meskipun aku tahu nantinya aku masih bisa kangen tapi tetap saja itu berbeda. Ngerasa sendirian menanggung Agungnya rindu yang tulus ternyata berat dan rasanya menyayat. Tapi aku seneng kalo bisa kangen sampe mata berair. Aku cengeng? Bagiku laki-laki menangis itu berani jujur, sedangkan cengeng itu mengeluh tanpa arah. Beda. Sebelum tidur aku baca apa yang pernah lama aku tulis.
Sendiri ku dimalam ini.
Tak kurasakan lagi hangat itu.
Hangatmu dalam senyummu.
Aku benar-benar merasa diujung galau.
Ujung yang tak berakhir.
Galau yang tak bisa kuakhiri.
Sedih nian hati ini.
Sungguh menyiksa diri.
Kasihan seperti gelandangan.
Mengemis kasih sepanjang malam.
Hanya berteman linang rindukan bayang.
Nit, aku kangen kamu.

Aku kangen...

19.11.2009/00:41
Continue Reading

Sederhana tapi Kaya

Memasuki tahun baru biasanya blogger beramai-ramai menuliskan resolusi ditahun ini, tetapi tidak dengan saya. Saya punya resolusi tapi tidak untuk ditulis, satu alasan saya sedang malas menulis dan kebetulan saya bukan blogger. Kok alasannya malah ada dua ya? Anggap saja saya sedang ngeles. Belum ada cerita yang saya tulis mengenai Tahun baru, jika ada akan saya tulis demi menambah jumlah postingan. :P

Pada kesempatan kali ini saya atas nama pribadi elafiq mengucapkan Selamat Tahun Baru 2011 kepada rekan-rekan semuanya, semoga di tahun ini segala harapan dan cita-cita terwujud dan berjalan mulus. Diberi kelancaran rezeki, karir, jodoh (kok malah seperti peramal hehehe…) semuanya lancar. Amin.. Amin.. Amin.. Doa yang sederhana, begitulah hidup. Sederhana namun kaya makna.
Continue Reading